Oleh : Mahasiswa Unsyiab Banda Aceh
Gizi.net - Somatotropin Hormon, Hormon Pertumbuhan (STH)
Oleh Ali Baziad
Penggunaan hormon estrogen untuk wanita menopause telah lama dikenal. Estrogen dapat meningkatkan kualitas hidup karena kulit menjadi halus dan hubungan seksual tidak menjadi masalah lagi. Telah terbukti, estrogen dapat mencegah patah tulang, mencegah penyakit jantung koroner. Bahkan terbukti, pada wanita yang menggunakan estrogen jangka panjang angka kejadian kanker usus besar menurun tajam. Namun demikian, fungsi estrogen yang begitu banyak untungnya itu tetap saja ditakuti dan tak banyak wanita yang menggunakannya.
Kini para ahli di dunia memperkenalkan pemberian jenis hormon lain untuk wanita menopause, yang tidak memiliki pengaruh terhadap payudara. Hormon tersebut adalah jenis hormon pertumbuhan (STH). Meskipun mulai banyak diperkenalkan penggunaannya, masih banyak para ahli yang belum setuju penggunaannya pada wanita menopause. Padahal, pada anak-anak dengan gangguan pertumbuhan, STH telah lama digunakan dan tidak banyak menimbulkan silang pendapat lagi.
STH dapat digunakan pada wanita menopause maupun pada pria andropause. Apa sebenarnya STH ini?
Hormon pertumbuhan manusia pertama kali ditemukan oleh Lid an Papkoff pada tahun 1956, yang diambil dari kelenjar hipofisis mayat. Pada tahun 1957, Raben berhasil menggunakan hormon pertumbuhan dari mayat ini pada anak-anak dengan gangguan pertumbuhan. Sekitar tahun 1960-an sampai 1970-an, makin banyak negara di dunia mengumpulkan kelenjar hipofisis yang diambil dari mayat-mayat, mengekstraksi dan menggunakannya untuk pengobatan pada anak-anak dengan gangguan pertumbuhan.
Sayangnya, untuk mendapatkan jumlah STH dalam jumlah besar diperlukan banyak sekali mayat, sehingga banyak negara kewalahan untuk menyediakannya. Selain itu, penggunaan STH dari mayat-mayat ternyata banyak menimbulkan efek samping. Maka, para ahli mulai mencari sumber lain dari STH, yaitu dengan menggunakan teknik rekayasa genetika atau yang lebih dikenal dengan istilah rekombinan. Dengan cara ini dapat dihasilkan STH dalam jumlah besar dan aman untuk digunakan.
Pada saat kita puasa, jarang makan, saat tidur, atau saat berolah raga, terjadi pengeluaran STH. STH ini meningkatkan pengambilan asam amino oleh sel-sel tubuh. STH menyebabkan penggunaan gula oleh tubuh berkurang. Kadar gula yang meningkat akan memicu pengeluaran insulin, dan insulin memicu perubahan karbohidrat menjadi lemak. Padahal, STH justru menghancurkan lemak.
STH disebut juga sebagai “hormon penghemat”. Hal ini dapat dilihat pada orang yang sedang puasa, lapar, atau sedang berolah raga. Dalam keadaan seperti ini, terjadi peningkatan pengeluaran STH. Mobilisasi lemak dari sel-sel lemak pun meningkat dalam jumlah besar, sehingga tersedia energi dalam jumlah besar pula. Penggunaan gula oleh tubuh juga berkurang dengan sendirinya, dan terjadi penghematan energi.
Karena itu untuk mengurangi berat badan, maka olah raga yang teratur, atau berpuasa, ataupun mengurangi makan merupakan cara terbaik, daripada menggunakan obat-obat diet yang banyak efek sampingnya. Orang yang terlalu banyak makan, justru pengeluaran STH terhambat, sehingga tidak heran kalau berat badan terus bertambah.
Sebelum penggunaan STH pada orang dewasa, maka harus dibuktikan terlebih dahulu, apakah pada orang tersebut benar-benar terjadi kekurangan hormon STH. Dengan meningkatnya usia, biasanya produksi STH berkurang. Estrogen pada wanita dan testosteron pada pria merangsang produksi hormon STH. Begitu wanita memasuki usia menopause, atau pria memasuki usia andropause, produksi STH pun menurun. Tanda-tanda rendahnya STH dapat dilihat berupa :
¨ Merasa kurang sehat, mudah lelah, perasaan tertekan, kurang bergairah, kurang tenaga, emosi yang berlebihan, kurang bergaul (mengisolasi diri).
¨ Badan gemuk, di mana terjadi penumpukan lemak di perut, masa otot berkurang
¨ Kulit kering, atau keriput akibat berkurangnya cairan. Tulang menjadi rapuh, dan mudah patah. Kadar HDL kolesterol rendah, sehingga risiko terkena penyakit jantung koroner.
¨ Kaki dan tangan dingin/basah, keinginan tidur yang berlebihan.
Tentu dengan sendirinya untuk mengatasi masalah yang diakibatkan oleh kekurangan hormon STH adalah dengan pemberian hormon STH dari luar. Pada wanita menopause, atau andropause memang terjadi penurunan produksi STH, namun dengan pemberian estrogen, ataupun testosteron terjadi peningkatan produksi STH, sehingga STH sangat jarang digunakan. Tidak dibenarkan menggunakan STH tanpa diketahui terlebih dahulu, apakah orang tersebut benar-benar telah terjadi kekurangan STH.
Di kalangan wanita dewasa ini timbul kesan, seolah-olah STH ini merupakan hormon segala-galanya. Banyak yang menggunakan untuk mengurangi berat badan, untuk kecantikan, dan untuk hal-hal lainnya lagi, yang tidak rasional. (Dr med Ali Baziad SpOG-KFER, bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RS Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta)
Sumber : Kompas, Minggu, 2 Desember 2001
http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1007348716,17034,
Oleh Ali Baziad
Penggunaan hormon estrogen untuk wanita menopause telah lama dikenal. Estrogen dapat meningkatkan kualitas hidup karena kulit menjadi halus dan hubungan seksual tidak menjadi masalah lagi. Telah terbukti, estrogen dapat mencegah patah tulang, mencegah penyakit jantung koroner. Bahkan terbukti, pada wanita yang menggunakan estrogen jangka panjang angka kejadian kanker usus besar menurun tajam. Namun demikian, fungsi estrogen yang begitu banyak untungnya itu tetap saja ditakuti dan tak banyak wanita yang menggunakannya.
Kini para ahli di dunia memperkenalkan pemberian jenis hormon lain untuk wanita menopause, yang tidak memiliki pengaruh terhadap payudara. Hormon tersebut adalah jenis hormon pertumbuhan (STH). Meskipun mulai banyak diperkenalkan penggunaannya, masih banyak para ahli yang belum setuju penggunaannya pada wanita menopause. Padahal, pada anak-anak dengan gangguan pertumbuhan, STH telah lama digunakan dan tidak banyak menimbulkan silang pendapat lagi.
STH dapat digunakan pada wanita menopause maupun pada pria andropause. Apa sebenarnya STH ini?
Hormon pertumbuhan manusia pertama kali ditemukan oleh Lid an Papkoff pada tahun 1956, yang diambil dari kelenjar hipofisis mayat. Pada tahun 1957, Raben berhasil menggunakan hormon pertumbuhan dari mayat ini pada anak-anak dengan gangguan pertumbuhan. Sekitar tahun 1960-an sampai 1970-an, makin banyak negara di dunia mengumpulkan kelenjar hipofisis yang diambil dari mayat-mayat, mengekstraksi dan menggunakannya untuk pengobatan pada anak-anak dengan gangguan pertumbuhan.
Sayangnya, untuk mendapatkan jumlah STH dalam jumlah besar diperlukan banyak sekali mayat, sehingga banyak negara kewalahan untuk menyediakannya. Selain itu, penggunaan STH dari mayat-mayat ternyata banyak menimbulkan efek samping. Maka, para ahli mulai mencari sumber lain dari STH, yaitu dengan menggunakan teknik rekayasa genetika atau yang lebih dikenal dengan istilah rekombinan. Dengan cara ini dapat dihasilkan STH dalam jumlah besar dan aman untuk digunakan.
Pada saat kita puasa, jarang makan, saat tidur, atau saat berolah raga, terjadi pengeluaran STH. STH ini meningkatkan pengambilan asam amino oleh sel-sel tubuh. STH menyebabkan penggunaan gula oleh tubuh berkurang. Kadar gula yang meningkat akan memicu pengeluaran insulin, dan insulin memicu perubahan karbohidrat menjadi lemak. Padahal, STH justru menghancurkan lemak.
STH disebut juga sebagai “hormon penghemat”. Hal ini dapat dilihat pada orang yang sedang puasa, lapar, atau sedang berolah raga. Dalam keadaan seperti ini, terjadi peningkatan pengeluaran STH. Mobilisasi lemak dari sel-sel lemak pun meningkat dalam jumlah besar, sehingga tersedia energi dalam jumlah besar pula. Penggunaan gula oleh tubuh juga berkurang dengan sendirinya, dan terjadi penghematan energi.
Karena itu untuk mengurangi berat badan, maka olah raga yang teratur, atau berpuasa, ataupun mengurangi makan merupakan cara terbaik, daripada menggunakan obat-obat diet yang banyak efek sampingnya. Orang yang terlalu banyak makan, justru pengeluaran STH terhambat, sehingga tidak heran kalau berat badan terus bertambah.
Sebelum penggunaan STH pada orang dewasa, maka harus dibuktikan terlebih dahulu, apakah pada orang tersebut benar-benar terjadi kekurangan hormon STH. Dengan meningkatnya usia, biasanya produksi STH berkurang. Estrogen pada wanita dan testosteron pada pria merangsang produksi hormon STH. Begitu wanita memasuki usia menopause, atau pria memasuki usia andropause, produksi STH pun menurun. Tanda-tanda rendahnya STH dapat dilihat berupa :
¨ Merasa kurang sehat, mudah lelah, perasaan tertekan, kurang bergairah, kurang tenaga, emosi yang berlebihan, kurang bergaul (mengisolasi diri).
¨ Badan gemuk, di mana terjadi penumpukan lemak di perut, masa otot berkurang
¨ Kulit kering, atau keriput akibat berkurangnya cairan. Tulang menjadi rapuh, dan mudah patah. Kadar HDL kolesterol rendah, sehingga risiko terkena penyakit jantung koroner.
¨ Kaki dan tangan dingin/basah, keinginan tidur yang berlebihan.
Tentu dengan sendirinya untuk mengatasi masalah yang diakibatkan oleh kekurangan hormon STH adalah dengan pemberian hormon STH dari luar. Pada wanita menopause, atau andropause memang terjadi penurunan produksi STH, namun dengan pemberian estrogen, ataupun testosteron terjadi peningkatan produksi STH, sehingga STH sangat jarang digunakan. Tidak dibenarkan menggunakan STH tanpa diketahui terlebih dahulu, apakah orang tersebut benar-benar telah terjadi kekurangan STH.
Di kalangan wanita dewasa ini timbul kesan, seolah-olah STH ini merupakan hormon segala-galanya. Banyak yang menggunakan untuk mengurangi berat badan, untuk kecantikan, dan untuk hal-hal lainnya lagi, yang tidak rasional. (Dr med Ali Baziad SpOG-KFER, bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RS Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta)
Sumber : Kompas, Minggu, 2 Desember 2001
Tidak ada komentar:
Posting Komentar